Sabtu, 7 September 2013
Di Kariadi
Oleh ustadz Sholihin
Bismillaah
Kali ini saya ingin mengetikkan catatan ta’lim saya.
Karena saat ta’lim itu ada nasihat untuk tidak menyembunyikan ilmu :’) Ya
Allaah, jadi ngaca, udah berapa ilmu yang saya sembunyikan. Kemaren itu ta’lim
di sana dan alhamdulillaah ketemu akhwat Unnes yang cukup banyak =)
Selain khutbatul hajah, ta’lim itu dibuka dengan ucapan
‘Sedikit sekali umat-Ku yang bersyukur’ dan kesyukuran itu bisa dalam bentuk
saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Mungkin seperti biasa dibuat
poin-poin aja kali ya, hhe.
“Sangat sedikit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur.” (QS. Saba’: 13).
# Hendaklah penuntut ilmu berhias dengan akhlak mereka.
# Imam Syafi’i => seseorang tidak akan merasakan
kelezatan ilmu sampai merasakan kefakiran, kemiskinan, dan kelaparan.
.:(# Perkara yang perlu
Diperhatikan #):.
1.
Mengetahui kedudukan/ keutamaan guru
dan cara berakhlak pada guru.
# Guru memiliki kedudukan yang tinggi.
>> Hadits dari Imam Abu Dawud
yang dihasankan oleh Syeikh Muqbil, Rasulullaah berkata:”Sesungguhnya saya bagi
kalian sekedudukan dengan bapak pada anaknya yang mengajarkanpa pada kalian
ilmu.”
>> Kedudukan guru lebih tinggi
daripada orang tua karena terkadang orang tua hanya memikirkan perkara dunia,
sedangkan pengajar mengingatkan perkara dunia dan akhirat.
>> Wajib bagi seorang murid
untuk mempunyai adab terhadap guru.
>> Dari Syeikh Sa’di(dari kitab
beliau): wajib bagi murid untuk tunduk, merendahkan diri dihadapan guru dengan
puncak adab. Karena seorang pengajar mempunyai hak yang umum dan khusus.
>> Pengajar:
1.
Mengajarkan
kebaikan.
2.
Mempersiapkan
diri matang-matang demi kebaikan muridnya.
3.
Seperti
orang yang berbuat baik pada kita. Tidak ada kebaikan yang paling tinggi, yang
paling bermanfaat, kecuali orang yang mengingatkan pada perkara agama. Dan guru
memperingatkan ketika kita lalai
4.
Mengajarkan
ilmu dan memperhatikan yang terbaik untuk murid.
5.
Dengannya
terhasilkan kebaikan, terhindarkkan kejelekan, dan tersebarkan agama.
6.
Jasa
seorang ulama => kalo bukan karena ilmu, manusia seperti binatang ternak,
seperti dalam kegelapan, dan tidak mempunyai aturan.
>> Ilmu itu cahaya yang bisa
dijadikan petunjuk dalam kegelapan…, hati, dan ruh. Agar ruh hidup yakni dengan
memiliki keimanan. Dunia => banyak kegelapan.
>> Manusia yang mempunyai
kecerdasan tapi tidak beradab terhadap guru maka ilmunya tidak barokah.
>> Syeikh Sa’di: guru telah
mencurahkan tenaga, waktu, dan semangatnya. Ia berusaha agar muridnya memiliki
derajat yang tinggi. Tidaklah jasa orang tua (dalam pendidikan agama) seperti
jasa ulama. Apalagi orang tua yang menelantarkan pendidikan kepada anak. Ulama memberikan
ilmu dari yang terkecil hingga terbesar. Ulama mencurahkan waktu emas dan
kejernihan pikirannya untuk membimbing muridnya. Guru memiliki kebaikan lebih
dibandingkan orang lain. Orang lain memberikan harta/ benda yang manfaatnya
hanya sementara, sedangkan guru memberi bimbingan yang manfaatnya tidak
terputus, akan ada manfaatnya dengan ilmu yang senantiasa dimanfaatkan.
.:(# Poin yang perlu
Diperhatikan #):.
1.
Duduk
bermajelis di hadapan guru dengan keadaan beradab, menampakkan kesungguhan kalo
kita butuh ilmu kepadanya, dan senantiasa mendoakan (ketika guru itu ada
dihadapan kita atau tidak).
2.
Ketika
guru memberikan faidah/ penjelasan-penjelasan dari suatu masalah, jangan sampai
menampakkan kalo murid sudah tau, meski sebenarnya murid sudah tau. Jangan memalingkan
wajah. Tampakkan perhatian yang serius, karena ketika sang guru tau muridnya
memperhatikan dengan saksama maka guru akan membahas lebih dalam. Namun, jika
ketauan murid sudah tau, maka sang guru tidak jadi memberi faidah yang banyak
pada murid, karena merasa murid sudah tau.
3.
Memuliakan/
menghormati guru sesuai adab syar’i dan lemah lembut.
>> Syeikh Utsaimin => tiga
perkara tadi shohih. Akhlak tersebut mulia. Apakah kita sudah mengerjakan
amalan tersebut? Demi Allaah saya gak tau, saya sudah beradab pada guru saya
atau belum.
4.
Duduklah
dengan gaya duduk yang beradab. Engkau tidak memanjangkan kaki di hadapan guru
kecuali capek, sebentar saja gpp. Suasananya sunyi, senyap, dan tenang. Saya (Imam
Syafi’i) membuka lembaran kertas dengan tenang, sampai-sampai kalo ada burung
yang di atas mereka, burung itu tidak terbang. Tenangnya mereka karena fokus
dan khusyuk, bukan karena tidur/ mengantuk.
>> Syeikh Utsaimin => jangan
engkau berbincang dengan guru seperti berbincang dengan teman, karena ilmu jadi
kurang barokah. Seorang murid yang berbicara pada guru seperti biacaranya anak
pada bapak, tawadhu’.
5.
Seorang
murid tidak boleh mendahului guru dalam ucapan. Tidak beradab ketika di tengah-tengah
menyela tanpa izin. Akibatnya ialah dicabutnya barokah.
2.
Qona’ah
(merasa cukup dengan dunia)
>> Syeikh Sa’di: ketahuilah,
bahwa qona’ah pada pemberian Allaah dan hidup sederhana ialah perkara yang
dituntut dari seorang penuntut ilmu. Ilmu adalah perkara yang dicari seumur
hidup. Setiap kali seorang hamba tersibukkan dengan perkara duniawiyyah maka
semakin kurang dari menuntut ilmu, dan begitu sebaliknya. Sifat asl dunia ialah
melalaikan, dan sifat asl ilmu ialah mendekatkan pada Allaah ta’ala, keduanya
merupakan sebab yang terbesar untuk membatasi dunia dan mencukupkan pada ilmu.
>> Imam Nawawi(dalam Majmu’
jilid 1 halaman 50): di antara perkara yang musti dimiliki ialah zuhud dengan
dunia/ pemberian Allaah yang sedikit.
>> Yahya Ibn Abi Katsir. Yahya
At Taimi telah mengkabarkan dari Abdullaah(anak dari Yahya ibn Abi Katsir):
Tidak akan diperoleh ilmu dengan tubuh yang santai, merasa enak, dan nyaman. Seorang
penuntut ilmu sejati ialah mereka yang mencurahkan waktu untuk menuntutu ilmu
dalam keadaan kekurangan dan capek. Kenapa? Beliau (Yahya ibn Abi Katsir)
memiliki jadwal kajian, saking padatnya, ketika beliau memancing ikan dan
mendapat ikan yang besar, ikan itu ditinggal (tanpa sadar), dan sudah 4 hari
lamanya beliau baru ingat, ikan itu sudah membusuk. Dan beliau memakan ikan
itu, meski ikan itu sudah basi L subhanallaah.
>> Imam Abdil Bar(dalam Jami’
jilid 1 halaman 384): sesungguhnya warisan ilmu itu lebih baik dari warisan
emas dan perak. Dalam hadits nabi disebutkan, nabi tidak mewariskan dinar dan
dirham, barangsiapa yang mengambil ilmu tersebut maka ia mengambil bagian yang
banyak. Ilmu (dalam Jami’) : simpanan yang paling berharga dan lebih baik dari
batu permata/ perhiasan berharga. Ilmu tidak diraih oleh orang yang badannya
santai. Ilmu orang” sekarang : ilmu orang” dulu => jauh, bak bumi dan
langit. Hafalan terkuat orang sekarang mungkin < hafalan terrendah orang
terdahulu. (Atsar dhaif, ada Baqiyah…, Hisyam bin Ubaidillah, namun terangkat
karena ada atsar sebelumnya).
>> Imam Malik: Sesungguhnya ilmu
itu tidak akan didapat, kecuali seorang sudah merasakan rasanya kefakiran dan
kesulitan. Apa yang terjadi dengan Imam Robiah? Dia kecil, tumbuh, dan
ditinggal jihad ayahnya 30 tahun, ketika pulang bapaknya gak kenal anaknya.
Imam Robiah telah menjadi guru Imam Malik. Imam Robiah menjual kayu penyangga
atap rumahnya demi mencari ilmu, agar bisa terus mencari ilmu. Sampai-sampai
Imam Robiah kekurangan makanan, hingga pernah beliah makan makanan dari tempat
sampah, dari anggur kering dan ampas-ampas kurma :’( Imam Robiah hidupnya susah
hingga ia meninggal dan kelezatan ilmu fiqh hilang sejak meninggalnya Imam
Robiah. *Bandingkan dengan menuntut ilmu kita, fasilitas banyak, tapi kita
masih malas* Kondisi beliau faqir, namun yang duduk di adapan beliau (untuk
menuntut ilmu) banyak.
>> Imam Syu’bah: Siapa yang
mencari ilmu (salah 1 ilmu utama = ilmu hadits) maka bangkrut dunianya. Bangkrut
harta, sukses agama. Hendaklah orang yang mendatangi majelis ilmu, menyampaikan
pada yang tidak hadir, bantu- membantu dalam menyampaikan faidah.
>> Imam Syafi’I: Ilmu tidak bisa
dicari dengan harta, harta bukan jaminan. Mulianya jiwa tidak bisa diraih
dengan harta. Orang yang berhasl mencari ilmu dengan penuh kerendahan (kekurangan
makan, dll). Keberhasilannya ketika memuliakan ilmu meski hidupnya susah. Namun
yang lebih parah ialah kondisinya susah namun gak menuntut ilmu.
>> Abu Hurairah. Dari Imam
Bukhori dan Imam Muslim, manusia mengatakan: abu Hurairah punya riwayat banyak,
beliau berkata, “Seandainya bukan karena 2 riwayat qur’an, saya gak
menceritakan…” (1) Ancaman bagi orang yang menyembunyikan qur’an/ ilmu (2)
ancaman bagi orang yang menyembunyikan apa yang kami turunkan. Saudara-saudara
kami Muhajirin sibuk dengan perdanganan dan Anshor sibuk dengan berladang,
sedangkan abu hurairah memilih bermulazamah, duduk bersama Rasulullaah, meski
perutnya lapar, hingga dia unggul dalam periwayatan hadits. Beliau pernah mau
pingsan karena rasa lapar yang melilit perutnya dan pernah juga menganjal
perutnya dengan batu. Nah, seberapa besar semangat kita?? Hidayat dari Allaah
tidak diraih kecuali dengan bimbingan. Jika kita bersungguh-sungguh pasti kita
mendapat petunjuk.
>> Imam Abdil Bar(dalam hadits
tadi terdapat ilmu fiqh):
1.
Menuntut
ilmu harus duduk dihadapan ulama (mulazamah). Kalo sendiri maka tersesat. Perlu
rihlah untuk mencari ilmu.
2.
Ridho/
merasa cukup dengan kehidupan yang sedikit, yang penting bisa menuntut ilmu. Kehidupan
yang sedikit sekedar bisa menegakkan tulang punggung.
3.
Mendahulukan
ilmu daripada kesibukkan dunia. Kehidupan mereka seadanya, susah di bayangkan
dengan akal. Ilmu mereka luar biasa. Penuntut ilmu => bersabarlah atas hidup
yang susah dan merasa cukup.
>> Imam Ibnu Mubarok: di akhir
buat dari ilmu => lezat. Sabar,
awalnya berat, namun akibanya lebih manis dari madu.
0 komentar:
Post a Comment
Assalaamu'alaykum.. Teman-teman yang mengenal saya atau pun tidak, silakan memberikan komentar teman-teman mengenai blog ini. Demi perbaikan saya, ok? :)
Syukron wa jazakumullahu khoiron