SMP SMA Kuliah

Bismillah…

Assalaamu’alaykum…
Allowww guys, jujur beberapa hari ini aku benar-benar merindukan saat-saat SMP-SMA. Saat itu semua begitu rapi, terstruktur, disiplin, situasi kondusif, dan ok-lah pokoknya. Beda dengan sekarang yang masyaAllah…. Sungguh berbeza….  B.E.R.B.E.Z.A

Saat ini kita sudah dianggap dewasa dan mandiri. Dosen bertugas menyampaikan, gak seperti dulu, guru berkewajiban meluluskan. Semua keputusan di tangan kita. Kita mau seperti apa, kita mau berjuang atau tidak, kita mau menerima begitu saja, atau bagaimana.

Hmmm… Aku sungguh sangat merindukan guru perfeksionis. Bersyukurlah yang masih SMP-SMA. Aku merindukan beliau-beliau yang mengkritik tajam. Beliau-beliau yang killer namun outputnya jelas terlihat. Kami memang bisa.  Didikan yang lembek melahirkan individu yang kurang kuat, secara kepribadian ataupun pemahaman.

Saat SMP-SMA, itulah saat yang nyaman. Namun sekarang ini kita dihadapkan pada heterogenitas yang lebih hetero. Beragam karakter terlihat. Entahlah… kini aku lebih suka menjadi pengamat daripada terjun aktif. Entah kenapa, atau mungkin karena dulu aktif trus diuber-uber. Hhe, dulu juga pernah jadi menghilang dari peredaran.

Manfaatkanlah waktu kita sekarang. Karna waktu sangatlah berharga. Ia bisa membunuh kita maupun bisa kita manfaatkan dengan baik, sehingga melahirkan sesuatu yang baik pula.

Inilah yang ada dipikiranku, otakku, dan perasaanku. Sebenarnya aku tidak menyukai hal yang tak rapi, yang tidak sesuai. Rasanya ingin kubereskan.

Waktuku hanya saat ini. Aku tak ingin mengulangi. Aku kadang tidak nyaman dengan situasi yang seperti ini. Namun harus bagaimana lagi, ini harus kuhadapi. Aku harus survive dengan kondisi yang seperti ini, jika aku memang benar-benar ingin sukses dan bisa membahagiakan orang tuaku. Aku ingin agar beliau-baliau tersenyum indah, tersenyum haru bahagia. Aku tak ingin menyusahkan mereka. Mereka sudah cukup kesusahan mengurusiku, mereka rela berkorban untukku.

Aku pun harus berjuang untuk menghadapi seperti ini. Lihat saja, banyak orang yang tak seberuntung kita. Nah kita yang sudah diberi kesempatan seindah ini, seberuntung ini, apakah kita begitu saja mencampakkan pemberian yang sangat melimpah ini. Di mana rasa syukur kita? Di mana…

Cerita hidupku, kuabadikan dalam diary. Kubaca di sana ada cerita pengorabanan orang tuaku untukku. Saat hujan turun, dan kami bertiga naik motor. Beliau-beliau merelakan aku tak kehujanan, sedangkan aku terlindungi.

Aku juga teringat dulu, ketika hujan tiba, dengan semangat ku ayun pedal sepedaku, dan aku ngaji. Ini saat SD. Aku juga teringat semangat pendidikku dalam menyampaikan ilmu. Dari langkah kakinya dan dari interfacenya, meski kami belum kenal namun begitu mudah kami berkenalan dan terjallinlah hubungan yang akrab.

Kuingat juga bagaiamana bapak ibu sangat memprotekku, mengajariku, dan memarahiku. Namun kini, siapa yang melakukan itu. Aku sendiri harus bisa mengelola diriku, jika aku ingin sukses dan maju. Semua pilihan di tangan kita. Kita akan bangkit kuat atau terpuruk hancur.

Dari sana nampak karakter teguh, kuat, mandiri, bertanggung jawab, rela berkorban. Dan itu yang harus kupelihara hingga saat ini. Aku tak boleh menyerah dan pasrah pada keadaan. Aku harus bisa melawannya. Harus mau berjuang jika mau menang. Yang utama aku harus mau belajar. Karna hidup ini adalah proses belajar. Hidup ini senantiasa berjalan. Kita ma uterus melanjutkan ataukah tergilas oleh roda kendaraan zaman, itu terserah kita.

Kita harus bersyukur Allah telah mengizinkan kita berada di level ini. Apakah kita akan melanjutkan, itu pilihan dan keputusan kita. Cara mensyukurinya yakni dengan tetap berjuang dan berusaha. Kita lihat teman-teman kita yang belum berkesempatan meraih hal-hal ini. Mereka sudah memutuskan untuk menghadapi kehidupan yang lebih berat.

Kita bersyukur, dengan hati, lisan, dan perbuatan. 
Readmore >>